“Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita
karena Aku pergi kepada Bapa-Ku,
sebab Bapa lebih besar daripada Aku.”
Kasih berhubungan erat dengan memahami sesama.
Juga pada saat paham itu tidak mungkin sempurna.
Menyadari hakikat kasih itu, Sang Guru berkata
bahwa murid-muridnya seharusnya bersukacita
mendengar berita tentang kematiannya
yang olehnya sendiri dianggap “kepergian” sementara saja.
Jika Sang Guru “pergi”, ia pasti pergi kepada Bapanya.
Inilah alasan lebih kuat lagi agar para murid bersukacita.
Sebab Bapa adalah sukacita seluruh hidup Sang Guru.
Setelah itu, Sang Guru mengucapkan kalimat
yang membuat orang berpikir keras, bahkan bingung.
Bapa lebih besar dari Anak-Nya? Masuk akalkah ini?
Injil Yohanes bukan buku traktat teologi ilmiah.
Biarpun demikian, penulisnya selalu menegaskan
bahwa Putra Allah dan Bapanya sederajat (5:19-30).
Jika Sang Guru menyebut Bapanya lebih besar,
ia menyatakannya sebagai Anak Bapa!
Bapa memang lebih besar sebab Anak dilahirkan Bapa!
Alasan kedua: Dia yang mengasihi,
selalu memperlakukan pribadi yang dikasihinya
sebagai yang lebih besar daripada dirinya.
©SL 20 Mei 2014
0 komentar:
Posting Komentar