Ketika orang-orang menemukan bahwa saya masih lajang, mereka akan melakukan kurang lebih hal-hal ini:
1. memasangkan saya (antara dengan lajang lain yang nampak harus dikasihani, atau dengan kaum biarawan)
2. mengatakan betapa beruntungnya diri saya untuk menghindari perkawinan
3. berasumsi saya memiliki penyakit tidak tersembuhkan
Saya tidak memusingkan para “mak comblang”. Mereka berniat baik dan seringkali menginginkan saya untuk menikmati kebahagiaan yang sama dengan yang telah mereka rasakan dalam panggilan hidupnya.
Mereka yang menghindari perkawinan adalah kelompok lain lagi. Seringkali mereka menekankan kepada saya untuk menghidupi kenikmatan hubungan intim tanpa komitmen, terutama ketika saya mengatakan bahwa saya adalah perawan berumur 28 tahun yang berusaha hidup murni.
Kelompok yang satu lagi sering bertanya, “Mengapa engkau belum juga menikah?” ketika mengetahui saya masih lajang di akhir 20-an, maka pasti ada sesuatu yang salah dengan saya.
Terlepas dari asumsi-asumsi dan reaksi-reaksi ini, saya tidak pernah merasa lebih bersukacita atau damai dalam hidup saya daripada yang sekarang saya rasakan di usia lajang dewasa ini. Secara jujur, saya membutuhkan bertahun-tahun dalam iman, kerendahan hati, dan kencan, untuk sampai ke tempat di mana saya tahu HANYA Tuhan sendiri yang bisa memuaskan keinginan hati saya untuk mencintai dan dicintai. Tuhan sajalah satu-satunya yang diinginkan oleh hati saya.
Meskipun saya ingin menikah suatu hari nanti, Tuhan adalah satu-satunya yang saya inginkan lebih dari segalanya. Jika Tuhan memanggil saya untuk melepaskan keinginan berkeluarga demi kerajaan Allah, saya akan melakukannya.
Ketika datang saat-saat saya mulai memberhalakan pernikahan sebagai tujuan utama pemenuhan dalam hidup, saya mengingatkan diri saya tentang prioritas yang terarah kepada Tuhan.
Jika saya mati besok, akankah saya bahagia? Tentu saja! Saya akan sangat bersemangat untuk bersama-sama dengan Dia yang hati saya mengasihinya (terutama setelah waktu pemurnian yang luar biasa di api penyucian, tentu saja).
Jelas, saya masih belum sempurna dan masih belajar bagaimana mengendalikan jalan saya melalui kehidupan lajang, berusaha mencari tahu bagaimana berkencan yang tepat, menginginkan yang terbaik baginya (meskipun itu berarti ditolak), dan mempraktekkan apa yang saya ucapkan – semua dilakukan sembari berusaha mendekatkan diri kepada hati Allah di tengah kesibukan sehari-hari.
INILAH YANG HARUS DILAKUKAN
Harapan saya bagi para lajang yang cerdas adalah mereka mengejar kekudusan sebelum mencari seorang pasangan, mengetahui bahwa Yesus Sang Pengantin Pria selalu memberikan damai dan sukacita yang TIDAK DAPAT diberikan seorang pun di dunia ini.
Saya berharap mereka berlatih menikmati saat sekarang, karena setiap kondisi dalam hidup membawa pencobaan dan pengorbanan yang melatih kita dalam kebajikan dan mempersiapkan kita untuk surga.
Terakhir, saya berharap mereka menjadi saksi dari kultur yang sudah terpelintir, yang mengejek kebajikan seperti kemurnian, kesucian, kesederhanaan, dan pengendalian diri (lihat Filipi 2:13-14). Dunia kita saat ini sungguh membutuhkan saksi yang berani.
***
Diterjemahkan secara bebas dari "Seek Holiness Before Seeking a Spouse" oleh Jackie Francois (dengan sedikit perubahan)
http://www.ncregister.com/daily-news/seek-holiness-before-seeking-a-spouse#ixzz2YpFbPAuG
Jackie Francois adalah seorang penyanyi dan penulis lagu Katolik. Ketika artikel asli ditulis, Jackie masih menunggu orang yang tepat untuk mendampingi dirinya. Jackie menikah dengan Bobby Angel tahun 2013. Blog Jackie dan suaminya dapat dilihat pada link berikut http://jackieandbobby.com/
God bless,
Fides et Ratio (FeR)
Artikel terkait: Menjadi Orang Kudus (oleh Bobby Angel)
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10152059230789638&l=eef917aae7
0 komentar:
Posting Komentar